- Back to Home »
- BENCANA - DANA SAKSI PARTAI DAN HILANG INGATAN
Posted by : Unknown
Rabu, 05 Februari 2014
BENCANA
atau tragedi biasanya tersimpan lama dalam kenangan, baik kenangan
pribadi maupun kolektif. Namun, itu hanya terjadi di dalam masyarakat
yang menghargai sejarah.
Indonesia,
menurut pengalaman, ialah bangsa dengan ingatan pendek. Bahkan, ada
yang menyebut kita bangsa yang sengaja menguburkan sejarah. Karena itu, nyaris tidak ada kenangan yang abadi bagi bangsa ini secara kolektif.
Itu
pula yang kita saksikan tatkala bencana demi bencana melanda Republik
ini dari waktu ke waktu beruntun tanpa jeda, termasuk bencana yang mendera akhir-akhir ini.
Padahal, beban penderitaan yang ditanggung korban bencana itu teramat berat.
Mereka kehilangan tempat tinggal dan harta benda bahkan sanak saudaranya. Mata
pencaharian pun tercerabut karena tempat mereka mencari nafkah terkoyak
oleh banjir atau tertimbun debu vulkanis.
Dalam
bencana banjir yang masih berlangsung saat ini, misalnya, tidak kurang
dari 300 ribu hektare area persawahan yang baru memulai masa tanam
tersapu banjir. Letusan Gunung Sinabung pun meluluhlantakkan 20 ribu
hektare lahan tanaman hortikultura dan padi di Tanah Karo.
Maka,
banyak di antara para korban bencana tiba-tiba terjungkal didasar jurang kemiskinan. Mereka
terseok-seok berupaya bangkit dari titik nadir kenestapaannya. Jumlah orang yang tiba-tiba menjadi miskin akibat bencana bisa mencapai 450 ribu orang.
Namun,
apa yang menjadi dalih dan yang dilakukan oleh pemangku kebijakan tak menunjukkan memori getir
itu agar layak dikenang untuk dicarikan solusi. Negara ini, misalnya,
mengalokasikan dana penanganan bencana dalam jumlah minim, hanya
sekitar Rp3 triliun. Padahal, menurut Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, kerusakan dan kerugian akibat bencana alam rata-rata mencapai
Rp30 triliun per tahun.
Dengan
dana yang terbatas, upaya pemulihan bencana memerlukan waktu sedikitnya
tiga tahun. Di negara yang sudah menjadi langganan banjir, gunung
meletus, ataupun gempa bumi, anggaran penanganan bencana yang
dialokasikan semestinya mencakup jaring pengaman sosial bagi korban.
Jaring
pengaman itu harus bisa menjamin jumlah orang miskin tidak akan
bertambah akibat bencana. Bentuknya bisa dimulai dari pembangunan kembali tempat
tinggal mereka hingga pemberian sarana dan prasarana produksi. Dengan jaring
pengaman sosial, korban tidak perlu memulai dari titik nol untuk kembali
bangkit. lagi Pemulihan ekonomipun akan berjalan cepat.
Semua
itu memerlukan itikad politik yang kuat untuk memberi perhatian lebih
serius pada penanganan bencana. Serius artinya dimulai dengan memasukkan
pemulihan ekonomi dalam program pemulihan pascabencana (livelyhood programme). Dengan begitu,
negara akan mengalokasikan anggaran sampai sepuluh kali lebih besar daripada yang ada sekarang.
Pemulihan
pascabencana pun akan bergulir lebih pesat bila perbankan nasional
turun tangan ikut membantu. Caranya, misalnya, dengan memberikan pinjaman
superlunak kepada korban sehingga bisa memulai kembali usaha mereka.
Toh, perbankan selama ini sudah menikmati dana murah dari masyarakat untuk dikelola
dan menghasilkan keuntungan yang sangat fantastis.
Seiring
dengan itu, gerak cepat pemerintah pusat dan daerah dalam rangka memulihkan
infrastruktur yang mendukung perekonomian rakyat sangat diperlukan. Jangan
biarkan korban bencana semakin terpuruk dalam kemiskinan, tapi di sisi
lain negara malah sudah menyiapkan dana fantastis untuk keperluan kelompok,
misalnya dana saksi untuk partai politik.
Memperbaiki memori kolektif dari panjangya pengalaman bencana di negeri ini dan memperbaiki pola penanganan bencana melalui cara-cara solutif-kreatif mutlak dilakukan oleh pemangku kebijakan .
Mengenang dan mengevaluasi apa yang pernah terjadi pada negeri ini, adalah agar
bangsa ini tak jadi cepat hilang ingatan.